Rabu, 08 Desember 2010
Panen Padi di Sawah
Para petani sedang memanen padi di sawah. Hari kira-kira masih pukul setengah sebelas. Belum terlalu panas. Benar-benar pemandangan yang indah. Dalam ketenangan, hampir tanpa suara. Kaki dan tangan yang tangkas bergerak cepat tapi tepat. Para simbok dan ibu memungut tangkai padi menggunakan ani-ani. Bapak-bapak dan para lelaki membantu memangkas tangkai padi dengan sabit. Yang lain ada yang sedang mengangut padi di dalam tenggok. Memasukkan padi ke dalam kain bagor. Mengenakan caping. Ada yang sedang beristirahat sambil belagak jadi mandor. Yang lain lagi menyabit jerami untuk makan ternak sapi.
Hijau, kuning, coklat. Kuning cerah dengan latar belakangpepohonan yang kelihatan agak memutih. Satu dua pohon menjulang tinggi. Lihatlah gubug di tengah sawah itu. Benar-benar eksotik.
Aku jadi ingat masa kecilku. Di waktu-waktu seperti ini, dulu sawah juga dipenuhi anak-anak. Mereka membantu orang tuanya memetik tangkai padi, tapi tentu saja, juga sambil bermain. Mereka membantu memetik padi namun pada saat yang bersamaan, mereka sedang mengamati dan mencari batang padi yang paling bagus, paling besar, paling kuat, paling wulet.
Nah, aku dapat satu. Yang ini nih. Selanjutnya: saat membuat sempritan. Batang padi dipotong satu ruas. Satu ujung berlubang, ujung lain dibiarkan bersama batas ruasnya. Di depat batas ruas inilah dibuat empat celah. Kemudian dengan hati-hati di tengah-tengah celah tersebut batang padi yang sudah terbelah empat dilipat keluar sehingga ketika terlipat membentuk sebuah palang.
Lipatan dilepas, dan tibalah saatnya untuk mencobanya. Masukkan mulut dan tiup.... Dengar dan rasakan suara bunyinya. Sudah bagus? Kalau belum tinggal diatur kuat tidaknya lipatannya, karena itu akan menentukan lebar celah yang akan dihasilkan. Setel sampai benar-benar pas suara yang dihasilkannya.
Horeee. Sore akhirnya tiba. Saatnya pulang, membawa sebagor padi di-sunggi di kepala. Sambil kontes musik. Tiup dengan volume yang pas. Tiiiitttt. Teeettt. Tiiitttt. Teeettt. Seakan sedang benar-benar ada karnaval.
Di tengah perjalanan, ada belik. Belik adalah sebuah tempat permandian. Airnya berasal dari sumber mata air pegunungan,. Segar (meskipun tanpa memakai sabun).
Ayo lanjutkan perjalanan pulang. Kontes peluit/sempritan dimulai lagi. Tit tit tuit. Tit tit tuit. Tet tet toet. Tet tet toet. Asyiik. Beban di atas kepalapun tidak terasa menjadi beban.
Dan ... tibalah di rumah. Beban sekarung (sebagor) padi dilempar ke lantai tanah di dalam rumah.
Dan tibalah pekerjaan selanjutnya. Ngiles atau melepaskan butir-butir gabah (padi yang masih ada kulitnya) dari tangkainya.
Tapi nanti dulu. Itu dilakukan sesudah makan malam. Ayo makan!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar